Siswa belajar matematika sangat baik kala mereka mendekati subjek selaku suatu yang mereka gemari. Tekanan kecepatan, pengujian waktu, serta penghafalan buta memunculkan rintangan besar dalam mengejar matematika, bagi Jo Boaler, prof pembelajaran matematika di Stanford Graduate School of Education serta penulis utama pada makalah kerja baru yang diucap” Fluency Without Fear.”
” Terdapat kesalahpahaman universal serta mengganggu dalam matematika- gagasan kalau siswa matematika yang kokoh merupakan siswa matematika yang kilat,” kata Boaler, pula salah satu pendiri YouCubed di Stanford, yang bertujuan buat menginspirasi serta memberdayakan pendidik matematika dengan membuat bisa diakses dengan metode yang sangat instan. riset terkini tentang pendidikan matematika.
Untungnya, kata Boaler, standar kurikulum nasional baru yang diketahui selaku Standar Inti Universal buat sekolah K- 12 tidak menekankan hafalan kenyataan matematika. Kenyataan matematika merupakan anggapan mendasar tentang matematika, semacam tabel perkalian( 2 x 2= 4), misalnya. Tetapi, harapan hafalan terus bersinambung di ruang kelas serta rumah tangga di segala Amerika Serikat.
Sedangkan riset menampilkan kalau pengetahuan tentang kenyataan matematika itu berarti, Boaler berkata metode terbaik untuk siswa buat mengenali kenyataan matematika merupakan dengan memakainya secara tertib serta meningkatkan uraian tentang ikatan numerik. Menghafal, kecepatan, serta tekanan tes bisa mengganggu, tambahnya.
Sensasi angka sangat penting
Di sisi lain, orang dengan” number sense” merupakan mereka yang dapat memakai angka secara fleksibel, katanya. Misalnya, kala dimohon buat membongkar permasalahan 7 x 8, seorang dengan indra angka bisa jadi sudah menghafal 56, namun mereka pula bisa memakai strategi semacam olahraga 10 x 7 serta kurangi 2 7( 70- 14).
” Mereka tidak wajib tergantung pada ingatan yang jauh,” tulis Boaler di koran.
Kenyataannya, dalam satu proyek riset para periset menciptakan kalau siswa berprestasi besar betul- betul memakai ide angka, bukan memori hafalan, serta siswa berprestasi rendah tidak.
Akhirnya merupakan kalau orang yang berprestasi rendah kerapkali berprestasi rendah bukan sebab mereka kurang ketahui namun sebab mereka tidak memakai angka secara fleksibel.
” Mereka sudah diresmikan di jalur yang salah, kerapkali semenjak umur dini, berupaya menghafal tata cara alih- alih berhubungan dengan angka secara fleksibel,” tulisnya. Rasa bilangan merupakan bawah buat seluruh matematika tingkatan besar, katanya.
Kedudukan otak
Boaler berkata kalau sebagian siswa hendak lebih lelet dalam menghafal, namun masih mempunyai kemampuan matematika yang luar biasa.
” Kenyataan matematika merupakan bagian yang sangat kecil dari matematika, namun sayangnya siswa yang tidak menghafal kenyataan matematika dengan baik kerap kali yakin kalau mereka tidak hendak sempat dapat berhasil dengan matematika serta berpaling dari pelajaran,” katanya.
Riset lebih dahulu menciptakan kalau siswa yang lebih gampang menghafal tidak menggapai prestasi yang lebih tinggi- pada realitasnya, mereka tidak mempunyai apa yang periset gambarkan selaku” keahlian matematika” ataupun skor Intelligence Quotient(IQ) yang lebih besar. Dengan memakai pemindai MRI, salah satunya perbandingan otak yang ditemui para periset merupakan di daerah otak yang diucap hippocampus, yang ialah zona di otak yang bertanggung jawab buat mengingat kenyataan– bagian memori yang bekerja.
baca juga : tempat les matematika terdekat
Tetapi bagi Boaler, kala siswa tekanan pikiran– semacam kala mereka menuntaskan persoalan matematika di dasar tekanan waktu– memori kerja jadi terhambat serta siswa tidak bisa dengan gampang mengingat kenyataan matematika yang sudah mereka pelajari lebih dahulu. Ini paling utama terjalin di golongan siswa berprestasi serta siswa wanita, katanya.
Sebagian ditaksir menampilkan kalau paling tidak sepertiga dari siswa hadapi tekanan pikiran yang ekstrim ataupun” kecemasan matematika” kala mereka mengambil uji waktunya, tidak hirau tingkatan pencapaian mereka.” Kala kami menempatkan siswa lewat pengalaman yang memunculkan kecemasan ini, kami kehabisan siswa dari matematika,” katanya.
Matematika diperlakukan berbeda
Boaler menyamakan pendekatan universal buat mengajar matematika dengan pengajaran bahasa Inggris. Dalam bahasa Inggris, seseorang siswa membaca serta menguasai novel ataupun puisi, tanpa butuh menghafal makna kata lewat uji. Mereka menekuni perkata dengan memakainya dalam bermacam suasana– berdialog, membaca, serta menulis.
” Tidak terdapat siswa bahasa Inggris yang hendak berkata ataupun berpikir kalau belajar tentang bahasa Inggris merupakan tentang menghafal kilat serta mengingat perkata dengan kilat,” tambahnya.
baca juga : kursus matematika
Strategi, kegiatan
Dalam makalah tersebut, yang ditulis bersama oleh Cathy Williams, salah satu pendiri YouCubed, serta Amanda Confer, seseorang mahasiswa pascasarjana Stanford di bidang pembelajaran, para sarjana sediakan aktivitas buat guru serta orang tua yang menolong siswa menekuni kenyataan matematika pada dikala yang sama dengan meningkatkan penafsiran bilangan. Ini tercantum pembicaraan angka, aktivitas penjumlahan serta perkalian, serta kartu matematika.
Yang berarti, kata Boaler, aktivitas ini mencakup fokus pada representasi visual dari beberapa kenyataan. Kala siswa menghubungkan representasi visual serta simbolis angka, mereka memakai jalan yang berbeda di otak, yang memperdalam pendidikan mereka, semacam yang ditunjukkan oleh riset otak baru- baru ini.
” Kefasihan matematika” kerap disalahartikan, dengan penekanan kelewatan pada kecepatan serta menghafal, katanya.” Aku bekerja dengan banyak pakar matematika, serta satu perihal yang aku perhatikan tentang mereka merupakan kalau mereka tidak sangat kilat dengan angka; saya
n apalagi sebagian dari mereka agak lelet. Ini bukan perihal yang kurang baik; mereka lelet sebab mereka berpikir secara mendalam serta hati- hati tentang matematika.”
Ia mengutip pakar matematika Prancis populer, Laurent Schwartz. Ia menulis dalam otobiografinya kalau ia kerap merasa bodoh di sekolah, sebab ia merupakan salah satu pemikir matematika sangat lelet di kelas.
Kecemasan serta ketakutan matematika memainkan kedudukan besar dalam siswa putus sekolah, kata Boaler.
” Kala kita menekankan hafalan serta pengujian atas nama kelancaran, kita merugikan kanak- kanak, kita mempertaruhkan masa depan warga kita yang senantiasa kuantitatif serta kita mengecam disiplin matematika,” katanya.” Kami mempunyai pengetahuan riset yang kami butuhkan buat mengganti ini serta buat membolehkan seluruh anak jadi pembelajar matematika yang kokoh. Saat ini merupakan waktunya buat memakainya.”